Berita Terkini Dan Teraktual
Berita  

Cerita Eks RPKAD Pernah Tempur Lawan Pasukan Khusus Inggris SAS

Salah satu pejuang Indonesia dalam Operasi ‘Ganyang Malaysia’ Dwikora, pernah menuturkan kisah kala bertempur melawan pasukan khusus udara (SAS) Inggris dan Selandia Baru.

Adalah Pelda (Purn) Soemadji mantan anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (kini bernama Kopassus), mengaku pernah bertempur hadapi SAS Inggris. Ia harus berlatih keras sebelum berhadapan dengan pasukan elite dari kedua negara di Borneo (Kalimantan).

Soemadji, yang kala itu berpangkat Sersan Mayor, bergabung dalam RPKAD pada 1962.

Dua tahun setelah Soemadji bergabung, ia ditugaskan untuk pergi ke perbatasan Kalimantan Barat bersama beberapa pasukan kompi.

“Kami diterjunkan sama-sama. Cuma ada satu masalah, pesawat yang membawa saya satu tim Benhur itu, tidak berani menerjunkan kami. Akhirnya saya dibawa pulang ke Banjarmasin, besok diulang lagi, tidak berani lagi, akhirnya kami dibawa pulang ke Jakarta,” tutur Soemadji saat diwawancara detikcom beberapa tahun lalu.

Menurut Soemadji, pembatalan ini terjadi karena Inggris telah mengerahkan pasukan berkekuatan besar di daerah tersebut. Pasukan Inggris juga mendapatkan bantuan dari negara persemakmuran, seperti Selandia Baru dan Australia.

Selain itu, eks Komandan Kompi Benhur Mayor Purn Oerip Soetjipto dalam sebuah dokumen di Pusat Sejarah Kopassus menuturkan, kegagalan pendaratan Kompi B ini terjadi karena cuaca buruk dan sasaran yang tak ditemukan.

Pasukan Kompi Benhur (B) yang menaungi Soemadji, kemudian harus mundur dan kembali ke Cijantung untuk berlatih.

Setelah sekitar tiga bulan berlatih, Soemadji dan beberapa rekannya diturunkan kembali ke medan perang. Sebanyak tiga kompi dikerahkan untuk menyerang Pang Amo, yang mana merupakan pos terbesar musuh.

“Ada 3 kompi, intinya adalah Kompi Benhur. Kompi Benhur ini yang akan melakukan serangan. 2 Kompi lainnya sebagai penindas dan penutup,” ujar Soemadji lagi.

“Taktiknya menyebar tim kecil sebagai intel lapangan. Saat itu perintah Pak Sarwo Edhie (Komandan RPKAD), tangkap Inggris hidup-hidup.”

Namun, serangan di Pang Amo gagal akibat medan yang berat dan informasi intelijen yang tak tepat.

Soemadji dan beberapa rekannya kemudian ditugaskan ke pos tentara Inggris di Plaman Mapu.

Pada 18 April 1965, satu peleton yang dipimpin Dan Ton Peltu Rohendi mengadakan pengintaian di Mapu. Dari pengintaian ini, tim tersebut memutuskan akan menyerang pada 26 April pukul 19.00 waktu setempat.

“Tidak sampai satu minggu dari Pang Amo, tim berangkat lagi ke Mapu. Ada kompi yang bertugas mengganggu pos-pos musuh lain agar tidak bisa membantu pos di Mapu,” kata Soemadji.

Selain itu, Soemadi juga bercerita ia harus melewati parit sedalam 2 meter, kawat gulung, dan pagar kawat.

“Seandainya kawat gulung itu dialiri setrum, mati kami. Perjuangan yang berat. Kami membawa senjata yang berat sekali bebannya, tidak boleh mengeluarkan suara, sekalipun gesekan air minum dengan veldples (tempat air minum tentara-red),” ceritanya.

Setelah pasukan Kompi B berhasil berada 7 meter dari pos musuh, barulah serangan di mulai. Kompi ini membuka serangan dengan mortir 5 pucuk.

“Elevasinya harus pas, setelah mortir dilemparkan, dung! dung! dung! dung! Tepat sekali kena bunker itu. Kemudian, dem! dem! dem! dem! Kita serang,” celoteh Soemadji lagi.

Soemadji mengaku, banyak tentara musuh yang tewas dalam serangan ini. Meski demikian, pasukan terjun payung Inggris SAS berhasil menemukan Soemadji dan tiga temannya, kemudian mereka dihujani dengan tembakan.

“Berempat ini, dihajar dari pos yang nggak tahu kami. Jegrek! Kami ditembak dari pos itu, dibalas pakai rocket launcher itu, dhier! Baru berhenti. Namun teman saya, Soenardi ternyata kena tembak,” kenangnya.

Operasi Dwikora merupakan operasi militer yang terjadi pada 1965. Operasi ini dilakukan sebagai respons dari RI yang tak setuju Inggris membentuk Federasi Malaysia.

Inggris, yang kala itu berupaya mengakhiri kolonisasi, hendak menggabungkan koloninya di Semenanjung Malaya dengan Sabah dan Sarawak yang terletak di Kalimantan.

Presiden RI kala itu, Soekarno, tak setuju karena Federasi Malaysia ini dapat menjadi boneka Inggris yang mengancam kemerdekaan Indonesia. Selain itu, pembentukan Federasi ini dinilai melanggar Perjanjian Manila yang ditandatangani pada 5 Agustus 1963.

Dalam perjanjian ini, Indonesia, Malaysia, dan Filipina sepakat warga Sabah dan Sarawak harus menentukan referendum dan nasib sendiri tanpa paksaan pihak luar, di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Namun, pada 16 September 2962, Inggris membentuk Federasi Malaysia.

Dilansir dari laman: cnnindonesia.com